Pertanyaan seperti di atas sering kita dengar menjelang tahun
baru masehi. Bagi kita sebagai muslim-muslimah, terutama yang masih muda, harus
cerdas dalam memahami pro kontra di masyarakat kita. Apalagi soal merayakan
tahun baru, kita harus bijak memahami inti dari merayakan itu bagaimana.
![]() |
| Ilustrasi foto: sportourism.id |
Dalam Islam, memang tidak perintah atau larangan jelas
tentang perayaan tahun baru. Namun, pada dasarnya kita boleh mengekspresikan
wujud syukur kita pada momen-momen tertentu, seperti saat ulang tahun, lulus
ujian nasional, lolos beasiswa, perayaan hari-hari nasional, termasuk juga datangnya
tahun baru.
Tentu saja, kita sebagai muslim-muslimah yang paham ilmu
agama harus sadar bahwa tahun baru bukanlah ajang pesta pora, hura-hura,
foya-foya dan sebagainya. Justru tahun baru haruslah kita maknai secara
mendalam. Pertanyaannya kemudian, apa saja makna tahun baru yang bisa kita
petik?
1.
Bersyukur diberi umur panjang
Kadang kita tidak sadar bahwa angka kelahiran yang digunakan
selama ini menggunakan tahuh masehi. Oleh karena itu, perjumpaan kita pada
tahun baru masehi dari satu tahun menuju tahun selanjutnya, menunjukkan kita
masih diberi umur panjang. Maka, sudah seharusnya kita mensyukuri nikmat Allah
tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi tentang panjang usia dalam hadits
berikut:
أَنَّ
رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ، قَالَ: مَنْ طَالَ
عُمُرُهُ، وَحَسُنَ عَمَلُهُ، قَالَ: فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ؟ قَالَ: مَنْ طَالَ
عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ.
Ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah SAW,
siapakah manusia yang paling baik itu?” Beliau menjawab: “Sebaik-baik manusia
adalah orang yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya.” Laki-laki itu
bertanya lagi, “Lalu siapakah manusia yang paling buruk?” Beliau menjawab:
“Seburuk-buruk manusia adalah orang yang panjang usianya dan buruk amal
perbuatannya.” (HR.
Tirmidzi dan Ahmad)
2.
Evaluasi diri selama setahun ke
belakang
Selain kita evaluasi diri pada momen tahun baru Hijriyah,
tidak ada salahnya juga kita evaluasi diri pada tahun baru Masehi. Apakah
boleh? Justru kita dianjurkan untuk introspeksi diri setiap hari bahkan setiap
waktu. Sebagaimana sahabat Umar bin Khattab mengingatkan kita:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ
قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، فَإِنَّهُ
أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ
الْيَوْمَ،
“Hendaklah kalian menghisab diri
kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian
sebelum kalian ditimbang, karena lebih ringan bagi kalian tatkala kalian
dihisab kelak, jika kalian menghisab diri kalian sekarang.”
3.
Diberi kesempatan memperbaiki diri
Diberi usia panjang serta mampu mengevaluasi diri adalah
kesempatan kita untuk memperbaiki diri pada tahun berikutnya. Setiap orang
punya proses yang berbeda dengan orang lain, sehingga untuk menjadi orang yang
lebih baik lagi pun juga membutuhkan proses dan tahapan tertentu.
Kuncinya tentu saja ada pada diri kita, apakah mau
memperbaiki diri? Jika iya, Allah pun akan akan mengubah kita ke arah yang
lebih baik lagi. Dengan begitu, kita bisa menyiapkan diri dan target perubahan
baik seperti apa yang bisa kita capai agar tidak sama seperti tahun ini dan
tahun-tahun sebelumnya. Demikian ini Allah tegaskan melalui firman-Nya dalam
potongan surat Al-Ra’d ayat 11:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”
4.
Memberikan dampak baik pada
lingkungan sekitar
Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita bahwa menjadi orang
baik saja tidak cukup. Adalah memberikan kemanfaatan sebagai jalan memberikan
dampak baik kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Rasulullah Saw. pun menegaskan dalam sebuah hadis:
خَيْرُ النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat
kepada manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Dari tahun ke tahun, masalah manusia terus semakin bertambah
kompleks. Untuk itu, kita bisa merenungi, seberapa jauh perbuatan baik kita
bernilai manfaat kepada orang lain serta lingkungan sekitar. Karena bisa saja
kita baik hanya untuk diri sendiri, belum tentu berdampak baik lainnya.
Selain empat makna utama di atas, tentu masih banyak makna
yang kita bisa digali pada waktu tahun baru tiba. Prinsipnya, kita harus tetap
cerdas dan berpikir jernih agar segala sesuatu tidak dipandang hanya hitam dan
putih saja. Masih ada warna-warna kehidupan yang keindahan bisa kita nikmati,
selayaknya tahun baru yang penuh dengan makna bagi kehidupan kita. Wallahu
a’lam... (Zidni Nafi’)
Tulisan ini pernah dimuat di hijraa.co


0 Komentar