4 Makna Tahun Baru bagi Muslim Milenial

Boleh kah merayakan tahun baru masehi? Tentu saja boleh, itu sebagai wujud syukur kita kepada Allah. Mengapa boleh, emang apa hubungannya tahun masehi dengan Islam? Banyak, di antaranya sebagai penanda waktu shalat bagi muslim. Karena, tahun masehi (dikenal juga dengan sebutan tahun Syamsiyyah) itu menurut peredaran atau revolusi bumi terhadap matahari.

Pertanyaan seperti di atas sering kita dengar menjelang tahun baru masehi. Bagi kita sebagai muslim-muslimah, terutama yang masih muda, harus cerdas dalam memahami pro kontra di masyarakat kita. Apalagi soal merayakan tahun baru, kita harus bijak memahami inti dari merayakan itu bagaimana.

Ilustrasi foto: sportourism.id
Dalam Islam, memang tidak perintah atau larangan jelas tentang perayaan tahun baru. Namun, pada dasarnya kita boleh mengekspresikan wujud syukur kita pada momen-momen tertentu, seperti saat ulang tahun, lulus ujian nasional, lolos beasiswa, perayaan hari-hari nasional, termasuk juga datangnya tahun baru.

Tentu saja, kita sebagai muslim-muslimah yang paham ilmu agama harus sadar bahwa tahun baru bukanlah ajang pesta pora, hura-hura, foya-foya dan sebagainya. Justru tahun baru haruslah kita maknai secara mendalam. Pertanyaannya kemudian, apa saja makna tahun baru yang bisa kita petik?

1.      Bersyukur diberi umur panjang

Kadang kita tidak sadar bahwa angka kelahiran yang digunakan selama ini menggunakan tahuh masehi. Oleh karena itu, perjumpaan kita pada tahun baru masehi dari satu tahun menuju tahun selanjutnya, menunjukkan kita masih diberi umur panjang. Maka, sudah seharusnya kita mensyukuri nikmat Allah tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi tentang panjang usia dalam hadits berikut:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ، قَالَ: مَنْ طَالَ عُمُرُهُ، وَحَسُنَ عَمَلُهُ، قَالَ: فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ؟ قَالَ: مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ.

Ada seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah manusia yang paling baik itu?” Beliau menjawab: “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapakah manusia yang paling buruk?” Beliau menjawab: “Seburuk-buruk manusia adalah orang yang panjang usianya dan buruk amal perbuatannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

2.      Evaluasi diri selama setahun ke belakang

Selain kita evaluasi diri pada momen tahun baru Hijriyah, tidak ada salahnya juga kita evaluasi diri pada tahun baru Masehi. Apakah boleh? Justru kita dianjurkan untuk introspeksi diri setiap hari bahkan setiap waktu. Sebagaimana sahabat Umar bin Khattab mengingatkan kita:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ،

“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena lebih ringan bagi kalian tatkala kalian dihisab kelak, jika kalian menghisab diri kalian sekarang.”

3.      Diberi kesempatan memperbaiki diri

Diberi usia panjang serta mampu mengevaluasi diri adalah kesempatan kita untuk memperbaiki diri pada tahun berikutnya. Setiap orang punya proses yang berbeda dengan orang lain, sehingga untuk menjadi orang yang lebih baik lagi pun juga membutuhkan proses dan tahapan tertentu.

Kuncinya tentu saja ada pada diri kita, apakah mau memperbaiki diri? Jika iya, Allah pun akan akan mengubah kita ke arah yang lebih baik lagi. Dengan begitu, kita bisa menyiapkan diri dan target perubahan baik seperti apa yang bisa kita capai agar tidak sama seperti tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya. Demikian ini Allah tegaskan melalui firman-Nya dalam potongan surat Al-Ra’d ayat 11:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”

4.      Memberikan dampak baik pada lingkungan sekitar

Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita bahwa menjadi orang baik saja tidak cukup. Adalah memberikan kemanfaatan sebagai jalan memberikan dampak baik kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Rasulullah  Saw. pun menegaskan dalam sebuah hadis:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat kepada manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Dari tahun ke tahun, masalah manusia terus semakin bertambah kompleks. Untuk itu, kita bisa merenungi, seberapa jauh perbuatan baik kita bernilai manfaat kepada orang lain serta lingkungan sekitar. Karena bisa saja kita baik hanya untuk diri sendiri, belum tentu berdampak baik lainnya.

Selain empat makna utama di atas, tentu masih banyak makna yang kita bisa digali pada waktu tahun baru tiba. Prinsipnya, kita harus tetap cerdas dan berpikir jernih agar segala sesuatu tidak dipandang hanya hitam dan putih saja. Masih ada warna-warna kehidupan yang keindahan bisa kita nikmati, selayaknya tahun baru yang penuh dengan makna bagi kehidupan kita. Wallahu a’lam... (Zidni Nafi’)

Tulisan ini pernah dimuat di hijraa.co

Posting Komentar

0 Komentar