Tuduhan tersebut tentu tidaklah benar, sebab sangat bertolak
belakang dengan spirit dan tujuan Islam yang mengutamakan budi pekerti (li
utammima makarim al-akhlaq) serta mengedepankan sikap lemah lembut, kasih
sayang dan persaudaraan bagi sesama manusia (rahmatan lil ‘alamin).
![]() |
| Ilustrasi |
Fenomena radikalisme agama misalnya, hingga hari ini masih mengeruhkan
kondisi di internal tubuh umat Islam. Terlepas dari tuduhan atau propaganda
kepada Islam, kita harus bicara jujur bahwa radikalisme memang benar-benar
sudah menggejala. Lalu sebenarnya apa yang dimaksud radikalisme di sini?
Radikalisme yang menggejala di kalangan umat Islam yakni
sikap atau tindakan seseorang atau kelompok yang hendak mengubah suatu keadaan
melalui jalan kekerasan, bahkan sampai mengatasnamakan Islam sebagai alat
legitimasi.
Contoh di tingkat global, ada kelompok mengaku Islam meledakkan
gedung WTC (World Trade Center) di Amerika Serikat pada 11 September
2001 dengan dalih jihad, namun apa yang terjadi? Ribuan orang tewas lalu
akibatnya munculnya islamophobia di negara-negara Barat.
Di Indonesia, banyak bermunculan aksi teror yang serupa,
seperti bom bunuh pada aksi Bom Bali I-II, Kedutaan Australia, dan lainnya. Muncul
juga tindakan kekerasan lain seperti menuduh orang lain sesat atau kafir, pemukulan
kepada kelompok yang dianggap menyimpang, bahkan terjadi pembantaian kepada
kelompok minoritas yang dinilai sesat.
Faktor Radikalisme
Radikalisme muncul bukan tanpa sebab. Banyak teori yang telah
mengungkap faktor penyebab lahirnya fenomena tersebut. Ada faktor utama yang
terbagi menjadi dua, yakni internal dan eksternal.
Untuk faktor internal setidaknya ada 4 poin; (1) kedangkalan
dalam memahami ajaran islam; (2) merasa inferior akibat kolonialisme di negara-negara
berpenduduk mayoritas muslim; (3) kesehatan mental yang terganggu akibat
tekanan masalah lingkungan; (4) lemahnya sifat kemanusiaan sehingga sulit untuk
berdialog, toleran, dan empati kepada kelompok yang berbeda.
Sedangkan untuk faktor eksternal sebenarnya ada cukup banyak,
namun paling tidak ada 5 poin penting; (1) supremasi hukum yang lemah oleh para
pemangku kebijakan; (2) kesenjangan ekonomi di masyarakat; (3) kesulitan dalam
praktik berdemokrasi; (4) kolonialisme yang berakibat perlawanan dari suatu
kelompok yang hendak membalaskan dendam; dan (5) propaganda untuk menjatuhkan
kekuatan Islam yang dianggap bisa menjadi pesaing ideologi atau negara
tertentu.
Menyelamatkan Generasi Hijrah
Bagi generasi hijrah yang sedang semangat-semangat berislam, adanya
radikalisme bisa dibilang sangat membahayakan. Mengapa bisa demikian? Tidak
sedikit kelompok radikal-ekstrem yang begitu berapi-api mengaku hendak jihad
membela Islam, namun kenyataan kosong isinya.
Maksudnya kosong? Mereka tidak berlandaskan ajaran Islam yang
benar. Mana ada jihad kok meledakkan diri dengan bom untuk membunuh
orang-orang yang tak bersalah. Mana ada membela akidah Islam, tapi malah
kelewat batas sampai menghilang nyawa sesama saudara muslim hanya karena
berbeda pendapat.
Bila penyelewengan beragama itu diterus-teruskan, bagaimana nasib
masa depan Islam? Masihkah kita mampu meneruskan sosok baginda Rasulullah yang rahmatan
lil ‘alamin?
Untuk itu, kita sebagai generasi hijrah yang sudah
memantapkan diri di jalan Allah harus melakukan “3M”; (1) Mengaji ilmu agama
yang utuh kepada ulama, kiai, atau ustad yang pintar dan bijaksana; (2)
Menyebarkan virus-virus kasih sayang dan kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat Indonesia yang plural; (3) Menjaga komitmen berhijrah secara
lahir dengan ibadah ritul, namun juga secara batin berupa akhlak yang mulia. Wallahu
a’lam...
Tulisan ini pernah dimuat di hijraa.co


0 Komentar