Hijrah, Nggak Cuma Ganti Busana Lho Gaes!

Assalamualaikum... Halo gaes, gimana udah hijrah lom? Kita sekarang patut berbangga nih, banyak kawan-kawan muda kita yang mulai berhijrah. Mereka awalnya ada sering pakai baju seksi, saat ini sudah berbalut hijab. Ada juga yang badannya masih bertato, tapi tetap pede pakai baju koko. Ada yang tiap malam suka ke diskotik, kini rajin ke majlis taklim. Ada yang suka karaokean, sekarang gemar baca Al-Quran. Ini keren banget gaes!

Foto: liputan6.com
Di balik kerennya mereka, ternyata masih ada saja orang-orang sinis kepada kita yang memilih jalan hijrah. Mereka suka mencibir bahwa hijrah kita di jalan Allah ini kurang serius. Benar nggak sih? Sebaiknya kita nggak boleh marah dulu, justru kita harus merenunginya.

Untuk itu, mari kita coba mulai resapi dulu satu firman Allah berikut ini,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Baqarah: 218)

Dalam ayat di atas disebutkan kata وَالَّذِينَ هَاجَرُوا yang bermakna orang-orang yang berhijrah. Ahli Tafsir Imam Qurtubi mendefinisikan hijrah sebagai perilaku “perpindah” dari suatu tempat atau kondisi ke tempat atau kondisi lainnya. Lalu disusul dengan kata وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ yang menunjukkan “kesungguhan” di jalan Allah.

Hijrah Sejak Akal Pikiran
Pertanyaannya selanjutnya, benarkah kita sudah melakukan hijrah yang sejati? Ketahui gaes, dari ayat di atas kita dapat bermuhasabah, kalau hijrah nggak sebatas urusan ganti busana, namun lebih dari itu. Hijrah harus dimulai sejak akal pikiran kita, bagaimana kita berpikir secara jernih dan sehat.

Berhijrah bukan berarti kita merasa paling suci, lalu menganggap lainnya penuh dosa. Bukan pula mudah menyalahkan orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita. Bahwa berpikir sehat dan jernih itu merasa amal kita belum seberapa, sedangkan orang lain yang kita anggap salah dan hina bisa jadi justru lebih mulai daripada kita.

Akal pikiran laksana setir bagi kendaraan. Tatkala setirnya sudah dalam kondisi normal, maka kendaran akan berjalan sesuai jalurnya. Begitu pula dengan kita, apabila akal pikiran sudah benar, maka sikap dan perilaku kita akan positif bahkan bermanfaat bagi banyak orang.

Hijrah Pembangunan Negeri
Gaes, ternyata hijrah tidak hanya berlaku bagi kita sebagai pribadi muslim-muslimah. Namun, hijrah juga berlaku untuk kelompok, komunitas bahkan sampai sebesar bangsa dan negara sekalipun. Perubahan dari keburukan menuju kebaikan tidak cukup bagi individu semata, justru penting hijrahnya masyarakat secara massif dapat mendorong kemajuan bagi negerinya.

Ambil contoh, Pemerintah kita yang sekarang bertugas menjalankan amanah rakyat terus berusaha memberikan pelayanan terbaik berupa berbagai kebijakan yang mendorong pembangunan misalnya berupa infrastrukur. Tentu saja, ini ikhtiar sebagai bangsa Indonesia yang hendak hijrah dari ketertinggalan menuju berkeadilan, dari diskrimansi menuju pemerataan, dari kemiskinan menuju kesejahteraan.

Dari kenyaataan itu, patut nggak gaes, kita sebagai pemuda-pemudi hijrah justru malah mencibir Pemerintah? Nggak banget pokoknya! Kadang kita nggak sadar, Indonesia kita ini sangat luas dengan ribuan pulau dan ratusan juta penduduk. Hijrah bangsa kita membutuh waktu yang tidak singkat. Tidak seperti kita yang tidak lama untuk menempuh dunia hijrah.

Hijrah Itu Berproses
Untuk kawan-kawan yang sudah hijrah. Ingatlah gaes, hijrah itu berproses, belum sampai pada garis finis. Harus ada sumbangsih selama kita berhijrah, sebagaimana Allah mengingatkan kita dalam ayat berikut,

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwanya, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (Q.S At-Taubah: 20)

Ayat di atas jelas-jelas memberikan kita petunjuk kalau hijrah yang sejati itu tidak sebatas kita ganti busana atau rajin ikut kajian ilmu semata. Lebih dari itu, proses hijrah harus bersedia memberikan harta dan diri kita agar ada kemanfataan kepada orang lain dan perubahan positif di lingkungan kita. Sepakat kan gaes? Wallahu a’lam. (M. Zidni Nafi')


Posting Komentar

0 Komentar