Kita sepakat kalau agama Islam itu
agama salam, agama damai. Kita juga sepakat kalau Islam itu agama tawassuth (pertengahan), yang tak
terlalu ekstrim kanan juga tak terlalu ekstrim kiri orang menyebutnya moderat.
Kita pun sepakat kalau agama Islam itu menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Bahkan kita sepakat kalau orang Islam itu bersaudara.
Tapi kan itu teorinya, itu kan hanya
termaktub dalam ajaran Qur'an dan Hadis. Dari dulu juga begitu, ajaran yang
luhur-luhur itu cuma kita agung-agungkan semata, lentur di bibir dan sebatas
kata-kata. Selebihnya menjadi biasa bahkan tak biasa. Bahkan kita menjadi kaku
dan keras bilamana kita sebut Islam agama yang tak manusiawi tak moderat dan
tak damai. Ah memang begitu kita, mudah marah dan lekas baperan.
![]() |
Ilustrasi. Foto: ist/nu.or.id |
Nyatanya antara ajaran dan sikap sering
bertolak belakang. Kita sepakat jika Islam itu agama damai tapi dalam laku,
kita sering berseberangan. Kita sepakat jika Islam menganjurkan untuk menutup
aib sesama tapi nyatanya kita malah mencari-cari aib manusia untuk diumbar. Pun
kita sepakat kalau sesama muslim itu saudara, nyatanya kita suka saling caci
karena beda.
Nyatanya Islam tak kunjung damai,
karena alasan beda cara pandang kita mati-matian saling tendang. Ah nyatanya
Islam tak kunjung damai, hanya karena beda soal pilihan presiden, mayat sudara
enggan kita solati. Bahkan di tanah para nabi orang sibuk saling bantai sana
sini. Sementara jauh nun di sana, di tanah para wali, orang tak letih tebar
benci dan caci maki.
Saya mulai bertanya, sejauh mana Islam
damai itu? Seperti apa Islam moderat itu? Bagaimana muslim akhul muslim itu?
Nyatanya, di negeriku Islam tak kunjung "damai"
Penulis adalah penikmat Kopi Hitam dan
Pegiat Filsafat
0 Komentar