Sulit untuk
menyebut bahwa Mahbub haus kekuasaan dengan gagasan Khittah Plusnya. Hal ini dilihat dari gaya hidup seorang Mahbub yang jauh dari kemewahan dan hiruk pikuk
glamoritas kekuasaan. Meski akses yang demikian bisa dengan sangat mudah
didapatkan. Mahbub memang seiya sekata antara pikiran dan perbuatannya.
Secara
pemikiran Mahbub adalah orang yang konsisten dengan apa yang dia pikirkan.
Pikiran itu tidak hadir di ruang hampa gagasan dan argumentasi. Karena itulah,
ia akan memperjuangkan ide-idenya dengan lantang dengan argumentasi yang kuat
tanpa takut ditolak atau diasingkan. Salah satu pikirannya itu adalah Khittah
Plus.
![]() |
| Mahbub Djunaidi. Foto: medium.com |
Mahbub bukan
seorang yang haus kekuasaan. Kaca politiknya melihat bahwa politik adalah jalan
dan satu-satunya cara mencapai sebuah tujuan. Karena NU memiliki basis massa yang
besar, maka mustahil bagi NU, menurut Mahbub, jika tidak terlibat dalam
dinamika perpolitikan, dalam hal ini politik praktis. Karena itu, bagi Mahbub,
relasi antara NU dan Politik Praktis adalah tasawi, sama. NU adalah
Partai Politik itu sendiri. Itulah yang disebut sebagai Khittah Plus ala Mahbub
yang digelorakan di Konbes Cilacap 15-18 November 1987.
Sementara itu,
soal integritas Mahbub tak perlu ditanya. Kritiknya setiap saat hadir kepada
penguasa meski ia sendiri saat itu berada dalam kekuasaan (DPR GR 1967-1971).
Bahkan karena itu pula ia dipenjarakan. Soal tawaran harta dan jabatan selalu
hadir dalam hidupnya. Tapi ia tolak, sebagai bukti bahwa ia memiliki komitmen
atas dirinya sendiri.
Karena itulah,
orang hanya akan dibicarakan karena integritasnya. Ia akan selalui dikenang dan
dibicarakan serta menjadi inspirasi. Hal yang sama, orang juga akan dikenal
karena kezaliman dan ketidakintegritasannya. Ia akan selalu dibicarakan sebagai
orang jahat dan tidak menginspirasi.
Menghindari Pengkultusan
Sebagai sosok,
Mahbub adalah orang besar. Ia memiliki pikiran-pikiran yang cemerlang dan
tajam. Sosok Mahbub patut dikagumi. Sebab bagaimana pun sosok Mahbub memang
menginspirasi. Meski begitu, kekaguman pada Mahbub tidak boleh sampai
meng-kultuskan seorang Mahbub. Dalam arti bahwa pemikiran Mahbub dan sosok
Mahbub adalah yang paling paripurna.
Mahbub memang
memiliki pikiran cemerlang. Tapi pikiran-pikiran Mahbub tidak boleh diharga
matikan. Dalam pengertian bahwa pemikiran Mahbub tidak bisa ditinjau ulang.
Sebagaimana Mahbub juga sering meninjau suatu pemikiran.
Mahbubian
boleh hadir untuk menghidupkan sosok Mahbub sebagai inspirasi. Sebagaimana pulanian-pulanian
yang juga hadir menghidupkan sosok si pulan yang lain. Bahwa Mahbub telah
melakukan kerjanya dengan baik, kita harus akui. Tapi berhenti pada sosok
Mahbub tanpa mau terus merenungi dan memikirkan hal-hal mendasar juga keliru.
Mahbub harus
hadir sebagai inspirasi, ia tidak boleh hadir di setiap penggemarnya dalam
bentuk kultusisasi. Mahbub memang, the one and only, tapi pada masanya.
Pikiran-pikirannya mungkin tepat dan sesuai pada masanya. Tapi belum tentu pada
masa kita dan selanjutnya. Maka, yang paling penting bukanlah apa yang
dihasilkan dari pikiran Mahbub, tapi bagaimana cara Mahbub menghasilkan apa
yang dipikirkan, itu yang penting.
Penulis adalah kader PMII Jakarta Selatan


0 Komentar