Banyak dari kita, khususnya orang
tua dan guru, bertanya-tanya apakah boleh ‘menyogok’ seorang anak agar
berpuasa? Sebagian orang tua atau guru kadang kebingungan bahkan kesulitan
ketika dihadapkan pertanyaan demikian. Pertanyaan ini seringkali muncul saat
menjelang bulan puasa atau ramadhan.
Kita tahu, bahwa suap atau
sogok menyogok dalam Islam tentu diharamkan. Suap atau menyogok sendiri dalam
Islam berarti rasywah atau rasya, secara bahasa bermakna memasang tali,
mengambil hati. Menurut Istilah sebagaimana ditulis Ibnu ‘Abidin dalam bukunya
Hasyiyah Ibnu Abidin, Juz 5, dikatakan, “Suap adalah sesuatu yang diberikan
kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau
memperoleh keinginannya.”
![]() |
Ilustrasi anak menunggu berbuka puasa. Foto: kabarokutimur.com |
Dalam hadits juga disebutkan
bahwa suap atau menyogok adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah Swt. “La’ana
rasulullah shalllahu ‘alihi wasallam, al-rasyi wal murtasyi wa al-ra-isy”. “Raulullah
Saw melaknat penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya”. (HR. Ahmad dan Thabrani).
Tapi pertanyaannya, apakah suap
atau menyogok anak agar puasa dalam konteks ini sama dengan menyogok dalam
pengertian umum seperti hadis di atas? Untuk hal ini, Habib Quraish Shihab
memiliki jawaban yang sangat mencerahkan.
Menurutnya, sebagaimana dikutip
olehnya dari tulisan Abbas Mahmud, seorang
pemikir muslim kenamaan, ia katakan, “sogok menyogok dalam bulan puasa itu
seringkali kita lakukan, kita sogok jiwa kita dengan manisan kalau buka”, menurutnya yang dimaksud dengan menyogok oleh di sini, memberi sesuatu yang
berbentuk materi, sehingga anak terdorong melakukan puasa karena ingin
memperoleh materi”.
Habib
juga menjelaskan, bahwa puasa sejatinya adalah praktik untuk berbuat ikhlas. Karenanya
ibadah ini haruslah dilakukan betul-betul karena Allah. Ia menyampaikan bahwa, agar orang tua atau
guru membiasakan anak untuk dapat beribadah secara ikhlas dan menghindari
pemberian-pemberian yang sifatnya material. Hal ini tentu bertujuan agar sang
anak tidak terbiasa melakukan sesuatu mengharapkan imbalan, lebih-lebih jika
itu berkaitan dengan Allah.
Di
sisi lain, Habib juga mengingatkan orang tua agar memiliki metode yang pas
dalam mendidik anak agar bisa berpuasa tanpa imbalan. Misalnya, membiasakan
anak untuk berpuasa, kalau perlu setengah hari dahulu, selama itu dilakukan
dengan ikhlas, yang pada akhirnya kenikmatan itu muncul dari diri sendiri.
Dalam
agama Islam, menurut Habib Quraish, Nabi menyatakan, ada dua kenikmatan yang
dirasakan oleh orang yang berpuasa, pertama waktu saat di mana dia berbuka, kedua
waktu saat di mana dia menjumpai Tuhannya. Mengapa kenikmatan itu dirasakan?
Menurutnya, mengutip pakar-pakar psikologi Muslim, karena saatorang-orang yang
berpuasa merasakan kenikmatan karena berhasil mengendalikan dirinya atau
nafsunya, keberhasilan itu adalah kenikmatan itu sendiri baginya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu
bertakwa”
(QS.
Al Baqarah: 183)
*Seri Habib Quraish Shihab #1
0 Komentar