Menyogok Anak Agar Mau Berpuasa, Bolehkah?

Oleh: Deni Gunawan
Banyak dari kita, khususnya orang tua dan guru, bertanya-tanya apakah boleh ‘menyogok’ seorang anak agar berpuasa? Sebagian orang tua atau guru kadang kebingungan bahkan kesulitan ketika dihadapkan pertanyaan demikian. Pertanyaan ini seringkali muncul saat menjelang bulan puasa atau ramadhan.

Kita tahu, bahwa suap atau sogok menyogok dalam Islam tentu diharamkan. Suap atau menyogok sendiri dalam Islam berarti rasywah atau rasya, secara bahasa bermakna memasang tali, mengambil hati. Menurut Istilah sebagaimana ditulis Ibnu ‘Abidin dalam bukunya Hasyiyah Ibnu Abidin, Juz 5, dikatakan, “Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.”
Ilustrasi anak menunggu berbuka puasa. Foto: kabarokutimur.com
Dalam hadits juga disebutkan bahwa suap atau menyogok adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah Swt. “La’ana rasulullah shalllahu ‘alihi wasallam, al-rasyi wal murtasyi wa al-ra-isy”. “Raulullah Saw melaknat penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya”. (HR. Ahmad dan Thabrani).

Tapi pertanyaannya, apakah suap atau menyogok anak agar puasa dalam konteks ini sama dengan menyogok dalam pengertian umum seperti hadis di atas? Untuk hal ini, Habib Quraish Shihab memiliki jawaban yang sangat mencerahkan.

Menurutnya, sebagaimana dikutip olehnya dari tulisan Abbas Mahmud, seorang pemikir muslim kenamaan, ia katakan, “sogok menyogok dalam bulan puasa itu seringkali kita lakukan, kita sogok jiwa kita dengan manisan kalau buka”, menurutnya yang dimaksud dengan menyogok oleh di sini, memberi sesuatu yang berbentuk materi, sehingga anak terdorong melakukan puasa karena ingin memperoleh materi”.

Habib juga menjelaskan, bahwa puasa sejatinya adalah praktik untuk berbuat ikhlas. Karenanya ibadah ini haruslah dilakukan betul-betul karena Allah.  Ia menyampaikan bahwa, agar orang tua atau guru membiasakan anak untuk dapat beribadah secara ikhlas dan menghindari pemberian-pemberian yang sifatnya material. Hal ini tentu bertujuan agar sang anak tidak terbiasa melakukan sesuatu mengharapkan imbalan, lebih-lebih jika itu berkaitan dengan Allah.

Di sisi lain, Habib juga mengingatkan orang tua agar memiliki metode yang pas dalam mendidik anak agar bisa berpuasa tanpa imbalan. Misalnya, membiasakan anak untuk berpuasa, kalau perlu setengah hari dahulu, selama itu dilakukan dengan ikhlas, yang pada akhirnya kenikmatan itu muncul dari diri sendiri.

Dalam agama Islam, menurut Habib Quraish, Nabi menyatakan, ada dua kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang berpuasa, pertama waktu saat di mana dia berbuka, kedua waktu saat di mana dia menjumpai Tuhannya. Mengapa kenikmatan itu dirasakan? Menurutnya, mengutip pakar-pakar psikologi Muslim, karena saatorang-orang yang berpuasa merasakan kenikmatan karena berhasil mengendalikan dirinya atau nafsunya, keberhasilan itu adalah kenikmatan itu sendiri baginya.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa
(QS. Al Baqarah: 183)

*Seri Habib Quraish Shihab #1

Posting Komentar

0 Komentar