Krisis Idola Jauhkan Anak dari Akhlak Islam

Oleh: Riza Mariani

Memiliki anak yang baik merupakan keinginan alami dan fitrah seluruh manusia. Semua manusia berharap dapat memiliki anak yang sehat dan saleh, anak yang mampu menyejukkan hati kedua orang tuanya, dan mampu membuat bahagia keduanya. Sekalipun dirinya (kedua orang tua) adalah orang yang tidak baik, dia tetap berharap agar anak-anaknya menjadi anak-anak yang baik.

Namun demikian, para pemimpin teladan yang ada dalam naungan Al-Qur’an mengajarkan agar memiliki harapan yang lebih tinggi dari keinginan alami tersebut. Mereka tidak hanya menginginkan agar anak-anak menjadi sehat saja tetapi juga dapat dekat dengan keluarga serta mengikuti dan mencintai manusia-manusia yang saleh. Peran keluarga di sini sangat dibutuhkan untuk mewujudkan itu semua. Memenuhi hak-hak anak, hak-hak sebelum kelahiran hingga setelah kelahiran.

Ilustrasi. Foto: Google
Mari kita saksikan sendiri bagaimana realitas atau fenomena yang terjadi sekarang ini. Anak-anak atau remaja sekalipun mereka memiliki masa di mana mereka merindukan atau membutuhkan sosok idola yang bisa membawa mereka pada kebahagiaan serta seluruh perbuatannya dapat dipuji banyak orang. Ini merupakan fitrah dari seorang manusia. Kebanyakan dari mereka meniru tokoh-tokoh yang ada di dalam film-film di layar kaca,  yang menurut penulis tidak merepresentasikan moral-moral yang diinginkan oleh agama hingga masyarakat sekitar.

Hal ini terjadi karena kurangnya pengenalan terhadap tokoh-tokoh teladan yang ada di Islam. Bahkan peran orang tua kurang maksimal dalam mengenalkan bagaimana sosok Nabi Agung Muhammad Saw. Meskipun mereka dikenalkan, itupun hanya sebatas pelajaran-pelajaran yang ada di sekolah, dan kebanyakan membahas mengenai perang saja. Dampak dari itu semua ialah membawa anak pada tindakan kekerasan dan radikalisme di mana kekerasan menjadi jalan terbaik untuk menyelamatkan agama. Ini tidaklah tepat, karena masa hidup Nabi tidak hanya tentang perang, bisa dikatakan bahwasanya waktu untuk perang tersebut hanya beberapa bulan saja dari usia Nabi.

Banyak teladan-teladan suci yang belum diketahui anak mengenai Nabi serta hubungannya bersama keluarga dan para sahabatnya. Oleh karena itu anak sering merasa bosan dengan kisah-kisah Nabi yang itu-itu saja, mereka memutuskan untuk memilih idola mereka sendiri yang sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Akhirnya mereka memilih figur-figur sendiri tanpa sepengetahuan dari orang tua mereka.

Ada sebuah kisah dari seorang anak yang beragama Islam yang tinggal di Amerika. Anak tersebut berumur delapan tahun, di mana oleh teman-teman sekolahnya ia bisa dikatakan sangat berbeda. Ketika temannya sedang berseteru, maka anak itu yang mendamaikannya, ketika temannya tidak membawa bekal makan siang, maka anak itu rela membagi sebagian makan siangnya kepada temannya tersebut. Hingga pada suatu hari ketika mereka sedang belajar, seperti biasa guru sedang menerangkan pelajaran di depan kelas. Namun tiba-tiba ada seorang anak yang berkata kasar dan kurang pantas kepadanya. Melihat kelakuan temannya itu, anak itu berkata kepada temannya “Jangan kau ucapkan kata-kata yang tak pantas itu kepada guru kita, bukankah guru kita merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua yang ada di rumah?” kemudian temannya terdiam mengiayakan.

Setelah kejadian itu guru tersebut penasaran apa yang diajarkan oleh kedua orang tuannya di rumah sehingga ia terlihat berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Akhirnya guru tesebut pergi menemui orang tua anak tersebut dan menanyakan mengenai anaknya yang memiliki moral yang baik. Orang tua dari anak tersebut menjawab “Oh, kami selalu membacakan anak kami sejarah Nabi Muhammad beserta keluarganya, ketika satu jilid buku tersebut sudah selesai dibaca maka kami akan membelikannya hadiah atau mainan kesukaannya, terus hingga pada jilid-jilid yang lainnya.

Itulah salah-satu contoh mengapa anak-anak perlu ditunjukan teladan suci kita, untuk mengindari mereka dari salah memilih idola, sehingga bukannya menunjukkan akhlak yang baik, bahkan membuat anak itu jauh dari Tuhan. Karena idola-idola mereka sangat mempengaruhi perilaku dan tindakan mereka untuk memandang kehidupan ini.

Penulis adalah aktivis perempuan Gus Durian

Posting Komentar

0 Komentar