Perempuan dan Pembelaan Terakhir

Oleh: Riza Mariani

Perempuan merupakan lambang kesucian. Kesucian yang ada dipundaknyalah amanat kemanusiaan berada. Jika ia mengabaikan amanat ini, otomatis ia akan mengkhianati amanat kemanusiaan. Laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dalam menjaga kehormatan dan kesucian diri. Bahkan tidak bisa diragukan lagi bahwa, kaum perempuan memiliki kesamaan dengan kaum laki-laki. Meski pada sisi lain memiliki perbedaannyan tersendiri.

Dalam Islam ada dua corak pembelaan atau pertahanan; pertama adalah membela atau mempertahankan kebenaran dalam dalam arti hakekat. Kedua adalah membela dan mempertahankan kebenaran dalam artian membela hak-hak masyarakat.

Ilustrasi. Foto: kurasidata.com
Kewajiban-kewajiban seperti ini bukan hanya ditanggung oleh kaum laki-laki saja. Perempuan juga memiliki peran dalam menegakkan syariat Islam, yakni mencegah perbuatan buruk dan menyebarkan perbuatan baik.

Adapun syarat untuk menjalankan misi ini adalah seseorang, khususnya kaum perempuan, harus memiliki keberanian dan keteguhan. Hanya pengecut yang tidak akan sanggup untuk mengerjakan misi ini.

Dan orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagaiannya adalah pelindung sebagian yang lain, mereka saling menegakkan amar ma’ruf nahi mukar” (Qs. Al-Taubah:71)

Dari firman Allah di atas juga ditegaskan oleh sabda Rasulullah Saw, Setiap Anda adalah pemimpin, dan setiap Anda akan bertanggungjawab kepada yang dipimpinnya.” Dari ayat yang telah disebutkan di atas terkandung makna untuk saling menolong dan saling melindungi satu dengan yang lain. Tidak dibedakan antara antara laki-laki dan perempuan.

Hal ini juga ditegaskan oleh firman Allah yang lain di mana mereka saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Pria menjadi pemimpin bagi perempuan, dan mereka masing-masing diberikan keutaman-keutamannya (Qs. Al-Nisa’:34). Keutamaan-keutamaan yang diberikan itu adalah keutamaan untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Ketika keutamaan tidak terdapat pada pria, akan ditemukan ada pada perempuan begitupun sebaliknya.

Yang kedua ialah membela hak-hak sosial. Hak-hak sosial memiliki nilai yang utama dalam agama Islam. Dalam konteks ini bisa dilihat dari sosok teladan yakni putri Nabi Agung, perempuan penghulu surga, perempuan teladan sepanjang zaman Fatimah aZ-Zahra.
Suatu ketika saat Fatimah sedang sakit parah dan terbaring di tikarnya, dan ia sudah menyadari ajalnya sudah dekat. Saat itu ada sekelompok orang yang telah merampas tanah “fadak”nya. Sungguh di sisi ia tanah itu tidak ada artinya, namun status tanah fadak itu telah menjadi haknya yang harus dipertahankan dari rampasan orang lain. Maka baginya wajib untuk mempertahankan kebenaran kepada yang berhak.

Lalu ia segera bergegas ke masjid Madinah, kendati dalam keadaan sakit, ia berdiri di tengah-tengah kaum perempuan, ia menyampaikan khutbah yang cermelang demi membela kebenaran dan menuntut haknya. Ketika dilihat kejadian Fatimah ini akan muncul pertanyaan, mengapa ia tidak takut?

Inilah kekuatan dari kebenaran, karena kebenaran akan bersama orang-orang yang benar dan berani. Inilah yang diajarkan kepada kita, khususnya kaum perempuan, untuk memiliki sikap berani karena benar.

Kebanyakan manusia ketika ajalnya sudah dekat, maka kekuatannya akan menjadi lemah, semangatnya akan menjadi hilang. Berbeda dengan apa yang telah diajarkan oleh putri Rasulullah, kendati ia sudah mendekati ajalnya, ia akan tetap membela kebenaran. Y ang paling penting adalah bahwa ia tidak mau menyia-nyiakan hak-hak yang telah dimilikinya. Begitulah Rasulullah mendidiknya.

Posting Komentar

0 Komentar