Demikian disampaikan Ustad Fikri Haikal
Zainuddin MZ, putera mubalig kondang KH Zainuddin MZ, saat mengisi ceramah pada
acara Maulid Nabi di kawasan Petra Kuningan, Jakarta Selatan. Kebahagiaan para
sahabat ini sebab menyambut ayat yang disampaikan Nabi yang dibacakan juga saat
pidato saat haji wada’:
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagimu
agamamu dan telah Aku lengkapi karunia nikmat-Ku atasmu serta telah Aku ridhai
Islam itu menjadi agamamu.” (QS
al-Maidah: 3)
![]() |
| Ilustrasi |
Di tengah kegembiraan para sahabat setelah
menyimak ayat tersebut, ada satu sahabat mendengar ayat ini bukannya senang
tapi malah sedih. Dialah sahabat ini Abu Bakar yang tidak kuat menahan
kesedihan lalu buru-buru pulang ke rumah. Bukan berhenti, tangis Abu Bakar di
rumah malah semakin menjadi-jadi.
Tidak lama berselang, sebagian sahabat ada
yang menyusul lantaran Abu Bakar terburu-buru pulang sambil menangis. Di antara
sahabat yang ikut adalah sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sahabat Ali bertanya, “Abu Bakar, mengapa Anda
menangis? Bukankah diturunkannya ayat ini seharusnya kita senang sebagai umat
Islam karena agama kita telah disempurnakan dan Allah ridha dengan agama Islam.
Kenapa Anda menangis ketika orang-orang sedang bergembira?”
Mendapat pertanyaan tersebut, Abu Bakar
menjawab, “Saudara-saudara ketahuilah, ketika suatu perkara telah
disempurnakan, maka akan nampaklah kekurangan-kekurangan yang lainnya. Kalau
Islam telah disempurnakan oleh Allah, itu artinya tugas kenabian dan kerasulan
Muhammad telah dianggap selesai.”
“Dan sebentar lagi, Muhammad kekasih saya akan
meninggalkan saya selama-lamanya. Itu yang menyebabkan saya sedih dan menangis.
Hari-hari ke depan saya tidak bisa membayangkan betapa sedihnya tanpa kekasih
saya Muhammad.”
Mendengar penuturan Abu Bakar bahwa Nabi akan
segera wafat, para sahabat waktu itu langsung terdiam, sedih dan menangis.
Nabi Tiba di Rumah Abu Bakar
Begitu Nabi sampai di rumah Abu Bakar, para
sahabat langsung menundukkan kepala dan diam menahan tangis. Rasulullah Saw.
bertanya, “Wahai sahabat-sahabat, kenapa kalian pada menangis?”
Ali bin Thalib memberanikan diri seraya
berkata, “Kami mendengar dari Abu Bakar, katanya ketika suatu perkara telah
disempurnakan, maka akan nampaklah kekurangan-kekurangan yang lainnya. Kalau
Islam telah disempurnakan oleh Allah, kata Abu Bakar tugas kenabian dan
kerasulan Anda sebentar lagi telah dianggap selesai. Dan Anda akan meninggalkan
kami untuk selama-lamanya. Apa benar perkataan Abu Bakar, wahai
Rasulullah?"
Nabi senyum, lalu bertutur: “Saudara-saudara,
apa yang tadi disampaikan Abu Bakar itu benar. Itu sebabnya Abu Bakar bergelar ‘As-Shidiq’,
yang artinya orang terpercaya, orang yang jujur, perkataannya bisa dipegang. Apa
yang tadi disampaikan Abu Bakar itu benar, tugas dan kenabian dan kerasulan
saya sebentar lagi sudah selesai. Dan saya akan berjumpa dengan kekasih saya,
Allah Subhanahu wa ta'ala.”
"Mumpung pada kumpul. Kalau dalam
pergaulan hidup sehari-hari, saya pernah berbuat salah kepada saudara-saudara,
maafkan kesalahan saya. Kalau saya pernah menzalimi saudara-saudara, balaslah
kezaliman tersebut kepada saya sekarang juga. Sebab, saya tidak sanggup
menanggung pembalasan kezaliman di akhirat nanti.”
Mendengar permohonan maaf Nabi, justru membuat
para sahabat semakin diam tidak ada yang bicara sama sekali.
Keberanian Sawad bin Ghaziyah
Tiba-tiba ada seorang sahabat perawakannya tambun,
warna kulitnya hitam, yang bernama Sawad bin Ghaziyah memberanikan diri bicara kepada
Nabi.
“Ya Rasulullah...”
“Ada apa Sawad”
“Saya mau nuntut balas”
“Memang kenapa?”
“Waktu Anda mengadakan inspeksi perang, Anda sedang
menata barisa. Saat itu Anda membawa tongkat waktu itu, saya tidak tahu Anda
sengaja atau tidak, badan saya tergebuk
sama tongkat Anda.”
“Jadi bagaimana mau kamu?”
“Ya saya menuntut balas”
“Ali, tolong ambilkan tongkat di rumah bawa
kesini”
Tidak lama berselang, sahabat Ali membawa
tongkat yang diambil dari rumah Nabi.
“Sawad, ini tongkat saya. Sekarang balaslah. Waktu
itu saya pernah memukulmu sebelah mana?
“Ya Rasulullah, waktu itu saya ingat sekali, saya
tidak memakai baju”
“Jadi
bagaimana?
“Agar impas, Anda juga harus membuka baju”
Sebagai wujud akhlak baginda Nabi muhammad Saw,
beliau tanpa segan membuka bajunya bagian atas, sehingga sampai telanjang dada.
Begitu terlihat bentuk badan beliau, yang sangat putih.
Begitu Nabi melepas bajunya, tongkat yang
sudah ada di tangan Sawad langsung dilemparkan. Sawad dengan sigap memeluk
badan Nabi sekencang-kencangnya seraya berkata:
“Ya Rasulullah, maafkan saya”
“Kenapa Sawad?
“Saya sengaja berbuat begini, agar kulit saya
yang hina bersentuhan dengan kulit Anda yang mulia. Kalau di dunia kulit saya yang
hina tidak bisa bersentuhan dengan kulit Anda, karena di akhirat Anda sudah
pasti ada surga paling atas.”
“Maka izinkan dan ridhakan badan saya yang
hina bertemu dengan kulit Anda yang mulia di dunia.”
Nabi sontak berkata, “Saudara-saudara, kalau
kalian yang mau melihat salah satu penghuni surga, Sawad inilah orangnya.
Cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada dirinya. Maka Sawad
merupakan salah satu penghuni surga, cinta kepada Allah dan Rasul di atas
segalanya.” (M. Zidni Nafi’)


0 Komentar