Apa Sih Makna dan Gelar Haji Itu?

Oleh: Deni Gunawan
Haji adalah salah satu rukun Islam kelima yang sangat Istimewa. Istimewa karena ibadah ini hanya dikerjakan sekali wajib seumur hidup, itupun hanya ditujukan kepada muslim yang mampu. Mampu di sini adalah keadaan seseorang dilihat dari sisi material dan morilnya. Material adalah kemampuan untuk menuntaskan biaya perjalanan dan segala akomodasi untuk mengerjakan kegiatan ibadah tersebut, karena jaraknya (jama’ah Indonesia) yang sangat jauh, di Arab Saudi.

Sementara itu, dari sisi moril adalah sisi mental bahwa seseorang tersebut memang telah mempersiapkan jiwanya untuk pergi kesana, dengan niatan sungguh-sungguh. Selain itu, fisiknya juga mampu melakukan proses ibadah haji yang terbilang sangat banyak membutuhkan energi fisik dalam kegiatannya.

Foto: eramuslim.com

Meski membutuhkan biaya yang sangat besar dari sisi materi dan rohani, tetap  saja keinginan setiap umat Islam untuk dapat pergi haji untuk menunaikan kewajiban ibadah itu sangat tinggi dan tak dapat dibendung. Ini dapat dilihat dari banyak dan lamanya daftar antri  di Kementerian Agama terkait muslim yang ingin melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.

Lalu apa sih sebenarnya makna haji itu? Serta apakah makna gelar haji yang disematkan kepada jama’ah haji yang sudah melaksanakan ibadah tersebut? Seberapa penting hal itu untuk dilakukan?

Menurut Ustad Muchlis Hanafi, salah seorang Ahli Tafsir di Indonesia, menjelaskan bahwa haji secara bahasa artinya menuju, sehingga mereka yang berhaji adalah mereka yang sedang menuju kepada Allah Swt., yang simbolnya adalah rumah Allah/Baitullah (Ka’bah).

Menurutnya, kita berhaji adalah memenuhi panggilan Allah yang disampaikan kepada Nabi Ibrahim as. Banyak hikmah kehidupan yang bisa diteladani dari sejarah Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. Di sisi lain kita sering mendengar istilah yang sering disebut dengan haji mabrur, haji mabrur sendiri adalah haji yang diterima oleh Allah Swt.,sementara itu, konteks bahwa diterima tidaknya haji seseorang adalah hak preriogratif Allah Swt.

Meski demikian, menurutnya, kita bisa merasakan ‘kemabruran’ haji tersebut berdasarkan beberapa indikator yang sumbernya dari hadis Nabi Saw. Pertama, tibbul kalam  (tutur katanya baik). Kedua, ifsya’us salam (selalu menebar kedamaian). Ketiga ith’amu tha’am (memberi makan orang miskin).

Selain itu, terkait gelar haji, perlu dipahami bahwa gelar ini adalah terkait dengan kebiasaan yang tidak hanya terjadi di Indonesia, di beberapa Negara juga terjadi demikia, satu sisi ‘gelar’ haji bisa memberikan nilai positif. Misalnya, barangkali dengan hal itu ia termotivasi menjadi sesuai dengan ‘gelar’ haji yang disandangkan, dan selalu berusaha berperilaku baik. Akan tetapi ‘gelar’ itu bisa menjadi negatif ketika ‘gelar’ tersebut hanya disandangkan untuk pamer dan riya’ semata.

“haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
QS. Al-Baqarah: 197


Posting Komentar

0 Komentar