Bagaimana Orang Terdekat Memanipulasi Tindakan Kita?

Oleh: Mistra
Saya mulai pembahasan ini dengan meminjam kosakata Bahasa Inggris, yaitu ‘fog’ yang menjadi alat untuk manipulasi. Fog di sini merupakan singkatan dari Fear (ketakutan), Obligation (kewajiban), dan Guilty (rasa bersalah). Fog secara harfiah berarti kabut. Kabut bisa menyebabkan yang jelas menjadi tersamarkan. Saat kabut datang menyelimuti,  kita akan kesulitan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Seperti halnya kabut, perasaan takut, kewajiban, dan rasa bersalah sering membuat kita tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi saat kita dipojokan dan dihakimi sebagai orang yang buruk saat menolak permintaan orang terdekat kita.

Untuk menjawabnya, mari kita lihat salah satu sisi  ke-diri-an kita. Kita adalah makhluk yang terbatas, yang selalu bergantung kepada sesuatu di luar diri. Kita adalah wujud al-faqir. Karena keterbatasan diri inilah sedari awal munculnya di dunia,  kita punya hutang budi kepada segala hal yang menjadi perantara keber-ada-an kita, terutama orang tua kita khususnya ibu. Kesadaran bahwa kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain inilah yang secara alamiah memunculkan adanya ide kewajiban. Kewajiban membalas budi. Kemudian gagasan ini ditekankan pula oleh orang-orang yang berada di lingkungan kita. Orang-orang di sekitar kita memberi tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Ada hak dan kewajiban. Hingga pada akhirnya ide ini tertanam kuat dalam benak. Saat kita tidak menjalankan kewajiban, maka akan muncul perasaan bersalah. Perasaan yang muncul karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan dan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Saat kita melakukan kesalahan muncullah apa yang disebut ketakutan. Ketakutan yang sering muncul pada masa awal kehidupan adalah takut dimarahi oleh orang yang paling berjasa dalam hidup, yaitu orang tua.
Foto: Goggle
Karena tiga perasaan ini berakar dari diri yang terbatas, diri yang bergantung kepada sesuatu yang lain untuk mempertahankan keberadaannya. kemudian setiap orang, siapa pun itu, adalah diri yang terbatas maka ketiga perasaan ini ada di setiap orang. Kita adalah makhluk yang saling bergantung satu sama lain dalam memenuhi apa yang kita butuhkan dan inginkan. Dan ketiga perasaan tadi cukup efektif digunakan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang-orang terdekat kita. Sebagai contoh, kasih sayang orang tua terhadap anaknya sering kali digunakan oleh si anak untuk meminta sesuatu kepada  orang tuanya.Jika permintaan itu tidak dituruti si anak akan mengatakan bahwa itu adalah kewajiban mereka mengurus anak. Mengurus anak artinya memberikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh si anak. Kadang pula si anak memberikan tekanan kepada orang tuanya dengan hal-hal yang membuat mereka takut, seperti takut kehilangan anak yang disayanginya, takut anaknya menderita dan berbagai ketakutan lainnya. Atau juga si anak menggunakan kesalahan yang pernah dilakukan orang tuanya di masa lalu untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Begitu juga sebaliknya orang tua pun sering menggunakan perasaan takut, kewajiban, dan rasa bersalah yang ada pada si anak untuk mendapatkan apa yang diinginkan orang tuanya. Ini sering terjadi saat si anak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan orang tua.

Contoh lebih luas bisa kita tarik dari berbagai hal menyangkut hubungan kita dengan orang lain yang memiliki kedekatan dan keterikatan. Dalam pertemanan, misalnya, saat teman-teman sekolah kita berkumpul dan merokok kemudian mengajak kita untuk bergabung untuk merokok, lalu kita menolak mereka akan memojokkan kita dengan mengatakan, “Kamu gak fren nih, gak kompak, gak solid.” Dan berbagai ujaran lainnya yang menempatkan diri kita tampak buruk jika tidak melakukan seperti yang mereka inginkan. Jika permintaan mereka dipenuhi, mereka akan minta lagi dan lagi. Tidak akan pernah puas. Dengan hubungan kekasih, misalnya, saat kekasih mengajak untuk makan malam dan kita tidak bisa memenuhi maka kita akan dipojokkan dengan sebutan egois, tidak sayang, lebih mementingkan yang lain dari pada kekasihnya. Dan ujaran apa pun yang bisa membuat pasangannya merasa bersalah jika tidak memenuhi apa yang diinginkannya.

Sering kali kita memenuhi apa yang mereka inginkan saat mereka menyerang kita dengan tiga perasaan yang tertanam kuat dalam benak kita itu. Hal ini karena secara alami kita ingin melakukan sesuatu yang dianggap benar dan tidak ingin menyakiti orang-orang terdekat kita, orang-orang yang kita sayangi. Namun sering pula apa yang mereka minta adalah hal yang sepele tapi dibesar-besarkan jika kita tidak memenuhinya, sehingga membuat frustrasi dan merasa tidak bebas. Ketika hal itu terjadi, maka kita harus berhenti sejenak untuk melihat situasinya dengan jelas. Menanyakan apa yang sebenarnya terjadi? kita harus berhenti sejenak untuk berpikir, mengamati, kemudian mengambil keputusan. Bagaimana pun kita punya kebebasan memilih untuk melakukan apa yang ingin dilakukan.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan ketiga perasaan tersebut berlaku dan menjadi efektif jika kita menerima apa yang mereka tuduhkan. Jika kita tidak memberikan umpan balik. Maka serangan yang mereka berikan tidak banyak memberikan efek dalam kehidupan kita. Kita melakukan sesuatu bukan karena orang lain ingin kita melakukannya. Tapi secara sadar memang itu perlu dilakukan.

Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa orang-orang terdekat kita sering menggunakan tiga perasaan itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan? Walaupun penggunaan ketiga perasaan itu sangat efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan menempatkan objek sasaran tampak buruk dan dalam posisi bersalah jika tidak memenuhi keinginan mereka, akan tetapi menyerang orang terdekat dengan perasaan-perasaan tersebut menandakan betapa lemahnya orang tersebut. Yakni, siapa pun yang menyerang kita dengan menggunakan perasaan-perasaan tersebut yang ada dalam diri kita, maka dia adalah orang lemah yang tingkat kebergantungan dan keterbatasannya tinggi. Jika dia orang kuat, maka tidak perlu menggunakan orang lain dengan menyerang perasaan-perasaan tersebut untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sehingga kita bisa tahu bahwa orang yang suka menyalahkan, menakut-nakuti dan meminta orang lain memenuhi kewajibannya adalah orang lemah.


Posting Komentar

0 Komentar