Saya
mulai pembahasan ini dengan meminjam kosakata Bahasa Inggris, yaitu ‘fog’ yang
menjadi alat untuk manipulasi. Fog di sini merupakan singkatan dari Fear (ketakutan),
Obligation (kewajiban), dan Guilty (rasa bersalah). Fog secara harfiah berarti kabut. Kabut bisa menyebabkan yang
jelas menjadi tersamarkan. Saat kabut datang menyelimuti, kita akan kesulitan melihat apa yang
sebenarnya terjadi. Seperti halnya kabut, perasaan takut, kewajiban, dan rasa
bersalah sering membuat kita tidak bisa melihat dengan jelas apa yang
sebenarnya terjadi saat kita dipojokan dan dihakimi sebagai orang yang buruk
saat menolak permintaan orang terdekat kita.
Untuk
menjawabnya, mari kita lihat salah satu sisi ke-diri-an kita. Kita adalah makhluk yang terbatas, yang selalu bergantung kepada
sesuatu di luar diri. Kita adalah wujud
al-faqir. Karena keterbatasan diri inilah sedari awal munculnya di dunia, kita punya hutang budi kepada segala hal yang
menjadi perantara keber-ada-an kita, terutama orang tua kita khususnya ibu. Kesadaran bahwa kita tidak bisa hidup
tanpa bantuan orang lain inilah yang secara alamiah memunculkan adanya ide
kewajiban. Kewajiban membalas budi. Kemudian gagasan ini ditekankan pula oleh
orang-orang yang berada di lingkungan kita. Orang-orang di sekitar kita memberi
tahu apa yang harus dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan. Ada hak dan kewajiban. Hingga pada akhirnya ide ini
tertanam kuat dalam benak. Saat kita tidak menjalankan kewajiban, maka akan
muncul perasaan bersalah. Perasaan yang muncul karena melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak dilakukan dan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan. Saat kita melakukan kesalahan muncullah apa yang disebut ketakutan.
Ketakutan yang sering muncul pada masa awal kehidupan adalah takut dimarahi
oleh orang yang paling berjasa dalam hidup, yaitu orang tua.
![]() |
Foto: Goggle |
Karena
tiga perasaan ini berakar dari diri yang terbatas, diri yang bergantung kepada
sesuatu yang lain untuk mempertahankan keberadaannya. kemudian setiap orang,
siapa pun itu, adalah diri yang terbatas maka ketiga perasaan ini ada di setiap
orang. Kita adalah makhluk yang saling bergantung satu sama lain dalam memenuhi
apa yang kita butuhkan dan inginkan. Dan ketiga perasaan tadi cukup efektif digunakan
untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang-orang terdekat kita.
Sebagai contoh, kasih sayang orang tua terhadap anaknya sering kali digunakan
oleh si anak untuk meminta sesuatu kepada
orang tuanya.Jika permintaan itu tidak dituruti si anak akan mengatakan
bahwa itu adalah kewajiban mereka mengurus anak. Mengurus anak artinya
memberikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh si anak. Kadang pula si anak
memberikan tekanan kepada orang tuanya dengan hal-hal yang membuat mereka
takut, seperti takut kehilangan anak yang disayanginya, takut anaknya menderita
dan berbagai ketakutan lainnya. Atau juga si anak menggunakan kesalahan yang
pernah dilakukan orang tuanya di masa lalu untuk mendapatkan apa yang
diinginkan. Begitu juga sebaliknya orang tua pun sering menggunakan perasaan
takut, kewajiban, dan rasa bersalah yang ada pada si anak untuk mendapatkan apa
yang diinginkan orang tuanya. Ini sering terjadi saat si anak melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan keinginan orang tua.
Contoh
lebih luas bisa kita tarik dari berbagai hal menyangkut hubungan kita dengan
orang lain yang memiliki kedekatan dan keterikatan. Dalam pertemanan, misalnya,
saat teman-teman sekolah kita berkumpul dan merokok kemudian mengajak kita
untuk bergabung untuk merokok, lalu kita menolak mereka akan memojokkan kita
dengan mengatakan, “Kamu gak fren nih, gak kompak, gak solid.” Dan berbagai
ujaran lainnya yang menempatkan diri kita tampak buruk jika tidak melakukan
seperti yang mereka inginkan. Jika permintaan mereka dipenuhi, mereka akan
minta lagi dan lagi. Tidak akan pernah puas. Dengan hubungan kekasih, misalnya,
saat kekasih mengajak untuk makan malam dan kita tidak bisa memenuhi maka kita
akan dipojokkan dengan sebutan egois, tidak sayang, lebih mementingkan yang
lain dari pada kekasihnya. Dan ujaran apa pun yang bisa membuat pasangannya
merasa bersalah jika tidak memenuhi apa yang diinginkannya.
Sering
kali kita memenuhi apa yang mereka inginkan saat mereka menyerang kita dengan
tiga perasaan yang tertanam kuat dalam benak kita itu. Hal ini karena secara
alami kita ingin melakukan sesuatu yang dianggap benar dan tidak ingin
menyakiti orang-orang terdekat kita, orang-orang yang kita sayangi. Namun
sering pula apa yang mereka minta adalah hal yang sepele tapi dibesar-besarkan
jika kita tidak memenuhinya, sehingga membuat frustrasi dan merasa tidak bebas.
Ketika hal itu terjadi, maka kita harus berhenti sejenak untuk melihat
situasinya dengan jelas. Menanyakan apa yang sebenarnya terjadi? kita harus
berhenti sejenak untuk berpikir, mengamati, kemudian mengambil keputusan. Bagaimana pun kita punya kebebasan memilih untuk melakukan apa yang ingin
dilakukan.
Penting
untuk dicatat bahwa penggunaan ketiga perasaan tersebut berlaku dan menjadi
efektif jika kita menerima apa yang mereka tuduhkan. Jika kita tidak memberikan
umpan balik. Maka serangan yang mereka berikan tidak banyak memberikan efek
dalam kehidupan kita. Kita melakukan sesuatu bukan karena orang lain ingin kita
melakukannya. Tapi secara sadar memang itu perlu dilakukan.
Pertanyaan
selanjutnya adalah kenapa orang-orang terdekat kita sering menggunakan tiga
perasaan itu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan? Walaupun penggunaan
ketiga perasaan itu sangat efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan
menempatkan objek sasaran tampak buruk dan dalam posisi bersalah jika tidak
memenuhi keinginan mereka, akan tetapi menyerang orang terdekat dengan
perasaan-perasaan tersebut menandakan betapa lemahnya orang tersebut. Yakni,
siapa pun yang menyerang kita dengan menggunakan perasaan-perasaan tersebut
yang ada dalam diri kita, maka dia adalah orang lemah yang tingkat
kebergantungan dan keterbatasannya tinggi. Jika dia orang kuat, maka tidak
perlu menggunakan orang lain dengan menyerang perasaan-perasaan tersebut untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Sehingga kita bisa tahu bahwa orang yang suka
menyalahkan, menakut-nakuti dan meminta orang lain memenuhi kewajibannya adalah
orang lemah.
0 Komentar