Menulis dan Pertanggung-Jawaban

Ole: Riza Mariani

Kebanyakan dari setiap kejadian yang kita dengar maupun kita lihat lewat media cetak ataupun media online tidak mencerminkan adanya sebuah fakta. Dan lebih parahnya lagi kita sering mempercayainya begitu saja tanpa harus mengecek ulang informasi pertama yang kita dapat. Hal ini banyak digunakan oleh media-media yang tidak bertanggung jawab untuk tujuan-tujuan merusak. Banyak kerusakan bahkan ketidak-akuran kita terhadap sesama disebabkan karena hasutan tulisan-tulisan yang tidak mencerminkan realitas sesungguhnya.

Orang bisa saja membunuh karena mencerap informasi-informasi yang langsung dipercayainya begitu saja. Tidaklah jauh, ambil saja contoh ketika orang-orang sedang ribut dengan isu yang ada di Timur Tengah. Informasi-informasi yang disebarkan pun mengandung banyak versi, hingga melenceng dari keadaan yang sebenarnya. Kita selama ini dicekokkan hal-hal bahwasanya perseteruan yang ada di Timur Tengah itu adalah karena ada adu domba kelompok tertentu. Padahal semua itu adalah permainan politik semata, tidak ada sangkut pautnya dengan kelompok manapun, dalam hal ini kelompok Islam.

Inilah yang menyebabkan kehancuran paradigma masyarakat yang menyulutkan api dendam di mana-mana. Ini mengakibatkan ketidaktentraman sebagai bentuk  implikasinya. Masyarakat harus sadar, jangan sampai ia jauh dari sikap kritis dalam menerima informasi-informasi yang disebarkan.

Menulis. Foto: bukuonlinestore.com

Oleh karena itu disini penulis ingin membagi pelajaran penting ketika membaca kehidupan dari, Pemimpin  Besar Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini. Dalam buku Potret Sehari-hari Imam Khomeini, ditulis suatu hari ketika Imam Khomeini menulis pesan  yang ditunjukkan bagi sukarelawan perang dan akan disiarkan lewat radio dan televise, setelah pesan itu dikirimkan, mendadak Imam Khomeini memerintahkan agar pesan itu dikembalikan. Ternyata ia ingin mengubah salah-satu kalimat.

Dalam pesanku ini, aku menulis. ‘Aku  berdoa untuk kalian dengan segenap kemampuanku,’ aku ingin mengubahnya menjadi ‘Aku berdoa untuk kalian semampuku.’ Kalimat ini lebih tepat,” kata Imam Khomeini. Apa yang bisa diambil dari kejadian ini? Imam Khomeini berusaha untuk menulis sesuatu yang tidak bertentangan dengan realitas. Jika ada secuil kemungkinan bahwa ia tidak bisa menerapkan apa yang telah ia tulis, ia segera mengambil langkah untuk mengubah ekspresi dan kalimat tersebut sehingga bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan  Sang Maha Pencipta.

Menulis sesuatu yang bertentangan dengan realitas tentu saja bukan hanya merugikan banyak orang, namun apa yang kita tulis ada pertanggungjawaban di depan yang  Maha Kuasa. Karena kebohongan bisa membuat orang lain lalai akan nilai kebenaran. Karena itu kita harus teliti ketika mendengar informasi pertama yang di dengar.

Sekarang ini seseorang harus mengenal zamannya sebaik mungkin di mana ada sekelompok orang mengambil sejumput kebenaran dan sejumput kebohongan lalu mereka campur adukkan sehingga masyarakat menjadi bingung, mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi di atas semua itu kita harus selalu senantiasa sadar bahwa kita memiliki pegangan yang tidak akan lekang oleh waktu yakni Al-Quran dan para pendahulu kita, pejuang-pejuang Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Posting Komentar

0 Komentar