Tan Malaka, Pahlawan Yang "Hilang" (Bagian II)

Oleh: Deni Gunawan
Tapi maaf Bung Tan Malaka, meski kau Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan Bapak Republik Indonesia, nampaknya rakyat tak kenal Bung, rakyat juga nampaknya “benci” bung, sebab itu tadi, Bung adalah pejuang rakyat, pimpinan Partai komunis, Partai "setan" di mata orang Indonesia. Tapi Bung harap maklum, sebab kemarahan dan kebencian rakyat pada bung bukan sebab rakyat ingin membenci Bung, tapi sebab ketidaktahuan mereka. Beban sejarah 65 membuat kepala bangsa ini oleng, sehingga trauma berat kepada Partai Komunis Indonesia berubah kebencian pada Bung.

Bung juga harus maklum, sebab kebencian ini juga dirawat oleh rezim saat itu dan politkus picik dulu dan kini. Tapi agar Bung yakin untuk tidak marah pada rakyat, Bung harus paham bahwa rakyat belum sepenuhnya mau pakai logika berpikir yang benar dan serius, soal komunis, komunisme, ateis, ateisme, dan istilah kiri pun belum sepenuhnya tahu, seperti istilah, liberal, liberalisme, sosial, sosialisme, islam dan Islamisme dan yang lain-lain juga nasibnya sama, campur aduk bak gado-gado. Tapi belum juga paham, keburu film kekejaman G30SPKI dibuat dan berita tentang komunis itu tak bertuhan, kejam, suka membunuhi rakyat dan para jenderal dengan menyayat-nyayat kulit, mencongkel mata, dan memotong penis para perwira tentara saat itu membuat komunis apapaun bentuknya menjadi tidak penting untuk dibahas, intinya komunis adalah setan yang harus dibasmi dan Bung terimbas bencinya.

Tan Malaka. Foto: boombastis.com
Tapi Bung harus paham, bahwa selain ketidaktahuan rakyat itu sendiri disamping juga karena ulah politisi busuk, partai yang Bung pimpin dulu itu juga egois, menjengkelkan jauh dari apa yang dicita-citakan oleh Bung. Jadi sebetulnya ini pelik Bung, kepelikan dua kubu yang dimanfaatkan orang ketiga yang dungu, itu sebab sampai hari ini saban pemilu isu komunis selalu laku untuk serangan politik kotor, dan membuat bangsa kita terkotak-kotak. 

Harap maklum, kalau Bung ingin tetap marah, marahlah pada anak buah bung, pada politisi busuk itu, tapi jangan marahi rakyatmu yang lamban belajar dan nggak mau tahu itu.
Tapi Bung, tadi saat aku mampir kemakam Bung, nampaknya Bung tak akan kesepian. Kesepian tentu datang dari perspektifku saja yang melihat makam Bung yang sulit diakses itu. Setidaknya Bung sudah menyambutku  dengan Kalajengking Hitam besar nan gagah tadi sebagai pembukaan memasuki gerbang  pusara Bung. Karena aku yakin Bung sudah terbiasa sendiri, sunyi, dan Bung memang bekerja tanpa pernah mau dipuji dan diketahui, seperti yang Bung pernah bilang, "Padi Tumbuh Tak Berisik".

Aku yakin di makam itu Bung sedang dan telah menghasilkan ratusan karya lanjutan bersama beberapa rakyat dikuburan itu. Bung sedang menimakti canda tawa rakyat itu, lalu setiap pagi berladang di sawah disekeliling makam Bung, dan mandi di sungai setiap pagi dan sore. Bukankah itu yang Bung cari, dan rasanya memang hanya itu.

Bagi saya Bung adalah manusia komplit yang sudah merdeka 100% dan harapan merdeka 100% untuk bangsamu nampaknya masih butuh waktu Bung, tunggu saja, mungkin saja besok sore. Dan Harry mengatakan kisah Tan Malaka merupakan satu babak sejarah Indonesia yang hilang, karena ditutup rapat-rapat oleh rezim Orde Baru.
Oh ya Bung, apakah Bung ingat ayat ini?

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". QS. Ali Imron ayat 169-170

Pegunungan Wilis, 28 Februari 2018


Tulisan ini pernah dimuat di Qureta.com

Posting Komentar

0 Komentar