"Demokrasi bisa tertindas sementara karena kesalahannya
sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit, ia akan muncul kembali
dengan penuh keinsafan. Berlainan dari beberapa negeri lain di Asia, demokrasi
di sini berurat akar di dalam pergaulan hidup. Sebab itu, ia tidak dapat
dilenyapkan untuk selama-lamanya." Itulah beberapa penggalan kalimat dalam
buku Demokrasi Kita yang ditulis oleh Bung Hatta pada tahun 1960.
![]() |
Foto: harianhaluan.com |
Hampir menginjak usia 74 Tahun setelah merdeka, negara kita tetap percaya bahwa demokrasi adalah sistem politik atau pemerintahan
yang tepat. Meski dalam perkembangannya demokrasi di Indonesia telah beberapa kali
berubah mulai dari Demokrasi Parlementer,
Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila dan sekarang yakni Demokrasi
Pasca Reformasi.
Tidak heran jika setiap tokoh bangsa Indonesia memiliki konsep demokrasinya masing-masing, sebab bukan hanya
tokoh bangsa Indonesia pun juga tokoh dunia seperti Stalin dengan “demokrasi
sentralistik”, Kim II Sung
mentasbihkan negerinya sebagai ''Democratic People’s Republic of Korea'' alias
Korea Utara, Ulbricht yang melabeli Jerman Timur dengan Republik Demokratik
Jerman.
Pasca Pemilu 2019 nampaknya
demokrasi kita kembali diperbincangkan oleh berbagai kalangan masyarakat dari
kelas bawah, menengah hingga atas. Demokrasi
kian seksi, setiap orang ingin
menikmatinya dengan kesyukuran pun ada yang ingin memperkosanya. Ya,
kita sedang berada pada demokrasi
yang bebas dan hampir bablas. Setiap orang bisa berekspresi dan mengemukakan
pendapat dan mau
merenggut kebebasan orang lain atau tidak,
rasanya tidak peduli yang terpenting syahwat tersalurkan.
Demokrasi umumnya diartikan pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Namun kadang kita terlalu gegabah memahami demokrasi.
Karena dianggap rakyat sebagai pemilik Pemerintahan seringkali kita
bertindak melanggar hukum yang dihasilkan dari sistem demokrasi. Inilah yang terjadi akhir-akhir
ini, kita gembar-gembor menuntut
keadilan, menuntut kedaulatan dengan
dalih suara rakyat. Tidak salah jika menuntut hak sebagai warga negara
tetapi warga negara
juga memiliki kewajiban minimal bersama-sama untuk menjaga utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Kita tidak sedang dihadapkan pada rezim yang represif, buktinya saya bebas haw-haw lewat
tulisan ini. Kita sudah bebas dan
merdeka tetapi jangan juga merenggut kemerdekaan orang lain. Saya masih bebas
main PUBG setiap malam bersama teman-teman dan tidur kapanpun. Lalu kebebasan apalagi yang diinginkan?
Sekali lagi demokrasi
sudah mengakar di Indonesia dari desa-desa atau kampung-. Misalnya saat pengambilan keputusan diadakan musyawarah yang dipimpin kepala adat atau tokoh
masyarakat setempat. Mungkin itulah sebab
mengapa Bung Hatta berkata demokrasi
di Indonesia tidakn lenyap karena berurat akar dalam pergaulan hidup.
Jadi, mau ditelanjangi dan diperkosa demokrasi akan tetap hidup kembali.
Note: Sebagai
catatan, senjata M-4 yang ditemukan oleh POLRI adalah jenis senjata favorit
saya di game PUBG. Biasanya saya menggunakan 3x Scope, Big Magazine Instant dan Compensator
sebagai pelengkap.
Penulis merupakan PUBG Players, memiliki nama lahir dan KTP yang berbeda, nama KTP Edi Djunaidi, nama
lahir Rahasia
0 Komentar