Apa Yang Dimaksud dengan Uang Halal dan Haram?

Oleh: Deni Gunawan

Sering kita mendengar di masyarakat istilah uang haram atau uang halal. Istilah ini ditujukan terhadap uang-uang yang dihasilkan dari cara-cara yang tidak sah, semisal mencuri, merampok, menipu, korupsi dll., biasanya disebut uang haram. Sementara yang dapat dari hasil yang sah disbut uang halal. Lalu apa sih sebenarnya yang dimaksud uang haram dan uang halal itu? Apakah uang yang didapat dari hasil terlarang tadi tersebut memang zatnya haram atau seperti apa?

Habib Quraish Shihab menjelaskan bahwa seorang pencuri mencuri, pencuriannya (mater)i yang dicurinya itu haram buat dia. Tapi ketika dia menggunakan uang yang haram buat dia, lantas dia pergi membeli sesuatu di toko, dijual oleh pemilik toko barang yang dibelinya, uangnya yang diambil oleh pemiliki toko itu bukan menjadi uang haram bagi pemilik toko.
Uang Koin. Foto: http://rec.or.id 

Hal ini karena keharaman dan kehalalan lebih ditekankan pada bagaimana cara perolehannya dan bagaimana cara menggunakannya. Islam lantas mengatur, cara memperoleh uang itu ada syarat-syaratnya. Misalnya dalam konteks jual beli, itu harus jelas barang yang dibeli, harus atas dasar kerelaan, dan sebagainya. Bisa jadi seseorang memperoleh, katakanlah 10 juta, kalau uang itu tidak berkah, boleh jadi sebagian hilang. Boleh jadi anaknya sakit, sebenarnya bisa sembuh dengan minum obat yang sedikit sehingga tidak keluar uang, tapi karena hatinya tidak tenang diantarlah si anak ke dokter spesialis, diantar ke luar negeri, kemudian uangnya menjadi berkurang.

Jadi penggunaannya itulah yang dinamai keberkahan. Keberkahan itu bisa berkaitan dengan banyak hal, dengan waktu misalnya. Bisa jadi kita bisa menyelesaikan suatu kegiatan dengan waktu singkat yang boleh jadi itu diselesaikan oleh orang lain dalam waktu yang lebih lama. Uang itu ada keberkahannya.  Karena itu misalnya dalam sholat subuh, kita yang dalam mazhab syafi’i salah satu hal yang dianjurkan adalah memohon, “berkahilah apa yang Kamu berikan kepada kami”. Bedo’a mendekatkan diri pada Allah, karena salah satu rezeki adalah ketenangan batin.

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
QS. Al-Baqarah: 265

*SeriHabibQuraishShihab #23

Posting Komentar

0 Komentar